Dugaan Korupsi Rp 75 M di DLH Tangsel, Sudah Tercium Media Sebelumnya.

 
     Kadis LH, tak jawab konfirmasi.

Cipasera  -  Desas - desus enam pejabat Dinas Lingkungan Hidup, Kota Tangsel diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten akhirnya terungkap. Ada dugaan penyelewengan dan korupsi di institusi yang berkantor di Setu, Tangerang Selatan. 

Sekira 12 hari yang lalu, tepatnya 24/1/2025, desas - desus tersebut pernah dikonfirmasikan oleh cipasera.com kepada Kepala DLH Tangsel, Wahyunoto  Lukman melalui pesan WA. Namun,  mantan Kabid Sekretariat KPU Tangsel ini yang biasanya cepat merespon konfirmasi, kala itu tak dijawab. Bahkan WA pun "centang satu" alias dimatikan.

Lantaran itu, sejumlah sumber pun dihubungi untuk kebenaran  pemeriksaan para pejabat DLH Tangsel tersebut. "Tunggu tanggal mainnya, Ya " kata sebuah sumber di Kejati Banten kepada cipasera.com

Akhirnya, hari ini Kejati (Kejaksaan Tinggi) Banten mengumumkan bahwa  ada dugaan korupsi pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) senilai Rp 75 Miliar, sehingga status penyelidikan ditingkatkan jadi penyidikan. 

Hal itu dinyatakan  Plh Asisten Kejati Banten Aditya  Rakatama dihadapan puluhan wartawan.  "Jadi, statusnya dari penyelidikan kita naikkan ke tahap penyidikan," kata Aditya di Kejati Banten, Serang, Selasa (4/2/2025).

Dalam keterangan tersebut Aditya tak menyebutkan siapa tersangka dalam kasus angkutan dan pengelolaan sampah tersebut.

Aditya hanya  mengatakan, sudah ada 5 orang yang diperiksa sebagai saksi dalam proses penyidikan. Kejati Banten akan segera menetapkan tersangka dalam dugaan korupsi layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah ini.

Selain itu, Aditya juga tak menyebut, lima nama atau inisial  yang akan jadi tersangka. Mungkin itu terkait etik dan prosedur.

Kasus ini, ungkap  Aditya bermula dari temuan tim intelijen.Perkara terkait kontrak pekerjaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampai dengan kontrak ke PT EPP senilai Rp 75 M. Dari hitungan Kejati, dari kasus ini negara dirugikan Rp 25 Miliar untuk satu bagian kontrak.

Kasus tersebut terjadi pada Mei 2024 di Dinas LH Kota Tangerang Selatan dalam  kontrak pekerjaan.  Pekerjaan dibagi dua bagian, pengelolaan Rp 50 miliar dan  jasa pengangkutan Rp 25 miliar dan kegiatan pengelolaan sampah Rp 25 miliar.

Dalam penyelidikan oleh Tim  Kejati Banten, ada temuan   indikasi bahwa PT EPP tidak punya kapasitas sekaligus  fasilitas alias bodong. Sehingga  satu isi kontrak  pengelolaan sampah diduga tidak dilakukan sebagaimana mestinya.

Mereka harusnya melakukan sesuai pengelolaan sampah, seperti reuse, recycle dan reduce. "Faktanya mereka tidak melakukan hal itu," ujar Aditya.

Kejati mencium "bau tak sedap" pengelolaan sampah ini ketika warga sekitar protes adanya  pembuangan sampah liar  di Jatiwaringin, Kabupaten Tangerang. Warga sempat mendemo tempat pembuangan sampah tersebut. (Tw/bm)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel