Sudah Diundangkan Tapi Jaksa Belum Gunakan UU TPKS

ILustrasi : PN Tangerang (Foto: Ist)


Oleh Abdul Hamim Jauzi, Ketua LBH Keadilan Tangsel

Cipasera - Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) merupakan undang-undang yang diundangkan pada 9 Mei 2022 di Indonesia. Tujuan utama dari UU TPKS adalah untuk memberikan perlindungan yang lebih komprehensif bagi korban kekerasan seksual dan memperkuat upaya pencegahan serta penanganan kasus kekerasan seksual.

Meskipun sudah berjalan selama dua tahun, sayangnya penerapan UU TPKS oleh Jaksa Penuntut Umum dalam proses peradilan masih belum optimal. Mayoritas Jaksa masih belum menggunakan dakwaan dan tuntutan berdasarkan UU TPKS, melainkan masih menggunakan pasal-pasal lama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Demikian kesimpulan dari penelitian bertajuk “Implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam Menjawab Kebutuhan Korban” yang dilakukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Banten (LBH Keadilan).

Dalam penelitian yang diketuai Halimah Humayrah Tuanaya ini mecatat, dari sejumlah putusan pengadilan yang menjadi objek penelitian, terdapat satu putusan diterapkan UU TPKS dalam dakwaan dan tuntutan oleh penuntut umum. Dalam putusan lainnya Penuntut Umum justru menggunakan UU ITE untuk tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik, atau KUHP untuk tindak pidana perkosaan dan tanpa dijunctokan dengan UU TPKS. 

Penuntut umum belum memahami dengan baik UU TPKS, khususnya bagian yang mengatur bahwa selain tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam UU TPKS, juga terdapat tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam UU diluar UU TPKS. Sehingga Penuntut Umum tidak menjunctokan tindak pidana kekerasan seksual di luar UU TPKS dengan UU TPKS.

Selanjutnya, dalam penelitian yang diketuai Dosen Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak Fakultas Hukum UNPAM itu menyebutkan, tidak diterapkannya UU TPKS dalam dakwaan dan tuntutan oleh Penuntut Umum mengakibatkan korban tidak dapat mengakses hak-hak sebagaimana dalam UU TPKS, dan hukum acara yang diterapkan dalam penanganan tindak pidana kekerasan seksual tidak menggunakan hukum acara yang diatur dalam UU TPKS tidak bisa diterapkan.

Pada bagian akhir, penelitian menyarankan agar Penuntut Umum menerapkan UU TPKS dalam perkara-perkara kekerasan seksual. Dan pemerintah perlu segera menerbitkan seluruh peraturan turunan dari UU TPKS agar seluruh hak-hak korban terpenuhi.*

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel