Ketua LBH Tangsel : Pidana Atau Penghalangan "Ibadah Rosario" Tergantung Polisi. Ini Jumlah Tersangka
Cipasera - Polres Tangerang Selatan menetapkan Ketua RT berinisial D (53) dan tiga warga lainnya I, S dan A sebagai tersangka dalam peristiwa keributan yang melibatkan warga dan kelompok jemaat ibadah Rosario di Jalan Ampera, RT07 RW02, Babakan, Setu, Tangerang Selatan (Tangsel).
Dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa 7/5/2024, Kapolres Tangsel AKBP Ibnu Bagus Santosa yang didampingi sejumlah perwakilan Kemenag, Pemkot Tangsel dan sejumlah pemuka agama di Mapolres Tangsel disebukan, keempat orang itu dijerat Pasal 170 KUHP, Pasal 351 KUHP, Pasal 335 KUHP Juncto Pasal 55 KUHP dan UU Darurat RI Nomor 12 tahun 195.
Selanjutnya, keributan itu sendiri terjadi di salah satu kontrakan pada Minggu 5 Mei 2024 malam sekira pukul 19.30 WIB. Sejumlah penghuni yang merupakan mahasiswa Universitas Pamulang (Unpam) tengah menggelar doa Rosario di dalam kontrakan.
Saat kegiatan itu, D disebutkan datang dan berteriak keras meminta para jemaat agar membubarkan diri karena sudah malam. Menurut Ketua RT, ibadah tersebut harusnya dilaksanakan di gereja agar tak mengganggu warga lain.
Teriakan D mengundang reaksi dari jemaat sehingga terjadi kegaduhan dan kesalah pahaman yang mengakibatkan terjadinya kekerasan dan menimbulkan korban luka.
“Dalam serangkaian proses gelar perkara maka terhadap perkara disimpulkan cukup sehingga terhadap beberapa saksi yang terlibat ditetapkan sebagai tersangka,” kata AKBP Ibnu Bagus Santosa
Bukan Penghalangan Ibadah Agama
Dihubungi secara terpisah, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tangsel Abdul Hamim Jauzie saat diminta pendapatnya, mengapa penetapan tersangka Ketua RT dan 3 warganya lebih ke pidana bukan penghalangan orang beribadah?
Abdul Hamim mengatakan, penetapan tersangka itu tergantung pihak polisi. Apakah kekerasan atau penganiayaan (pidana) atau menghalang - halangi orang beribadah.
"Polisi dalam hal ini (penetapan tersangka) mencari aman dalam pengertian tanda petik. Ini kekerasan biasa bukan penghalangan beribadah. Memang pada dasarnya penganiayaan menurut versi polisi terbukti," kata Abdul Hamim kepada cipasera.com, Selasa 7/5/2024.
Tapi menurut dia, soalnya bukan pada pidana atau bukan, yang menjadi perhatian kita bersama adalah soal kebebasan beragama. "Ini kan beredar anggapan beribadah seperti itu mengganggu masyarakat sekitarnya," ujar Hamim, "Hal ini mestinya diatur sedemikian rupa. RT tak boleh bertindak sendiri. RT diberi pengertian lapor ke kelurahan atau kantor agama. Biar mereka yang selesaikan masalah. Harus ada mekanismenya. Apakah RT diberikan pengetahuan soal itu?," pungkasnya.
Kepala Kesbangpolimas Tangsel Bani Khosyatullah mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi kejadian di Babakan Setu agar ada pengertian semua warga masyarakat.
Apakah Ketua RT D yang kini tersangka akan diberi bantuan hukum, mengingat Ketua RT adalah aparat Pemkot Tangsel? Bani tidak menjawab dan buru - buru pergi ke mobilnya. (Red/tw)