Perempuan Kena Stroke Diperkosa. Polrestra Tangerang Diingatkan Hak-Hak Korban
Oleh Halimah Humayrah Tuanaya
Polresta Tangerang menangkap KS (60) karena diduga melakukan tindak pidana perkosaan. KS memperkosa perempuan berusia 45 tahun yang menderita stroke.
Berdasarkan keterangan Kasat Reskrim Polresta Tangerang Kompol Arief Nazaruddin Yusuf, Senin (15/1/2024), sebagaimana diberitakan sejumlah media, Penyidik telah menerapkan Penerapan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Saya mendukung Polresta Tangerang dalam menindak Pelaku. Penerapan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual oleh Penyidik sudah tepat. Saya angkat topi dalam hal ini terhadap teman-teman kepolisian.
Kasus ini sesuai dengan Pasal 6 huruf c berbunyi: Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.0OO.0OO,00 (tiga ratus juta rupiah)._
Kasus ini bermula dari korban yang menjelaskan bahwa korban mengalami stroke kepada KS yang dikenalnya melalui TikTok. Setelah itu, KS mengajak Korban berobat dengan mengatakan ada sumur keramat di belakang rumahnya. Korban kemudian menemui KS di rumahnya di Kecamatan Rajeg, Tangerang, dan sampai menginap 5 hari. Namun, Korban bukan mendapatkan pengobatan, melainkan mendapatkan kekerasan seksual selama 5 hari dari KS.
Dari kronologi yang disampaikan Kasatreskrim Polresta Tangerang,maka tindakan KS itu jelas telahmenyalahgunakan kepercayaan. Korban semula percaya kepada KS yang akan membantu mengobati stoke yang dideritanya. Namun yang terjadi Korban diperkosa.
Terakhir, sekadar mengingatkan Penyidik, agar memperhatikan hak-hak korban yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Penyidik harus memeritahukan kepada Korban dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tentang hak Restitusi dan meminta agar LPSK menghitung besarnya restitusi yang menjadi hak korban sebagimana diatur dalam Pasal 31. Penyidik juga harus segera melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan KS.
Penyidik juga perlu berkolaborasi dengan UPTD PPA Kabupaten Tangerang, dan Lembaga Layanan Berbasis Masyarakat seperti Lembaga Bantuan Hukum atau WCC untuk pemenuhan hak pemulihan, dan rehabilitasi serta hak-hak lainnya.
*Halimah Humayrah Tuanaya. Dosen Hukum Perlindungan Perempuan Dan Anak Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UNPAM.