Arief - Sacrudin Dinilai Gagal. Rp 29 Triliun Dipertanyakan Jadi Apa
Cipasera - Sejumlah aktivis menysmpaikan aspirasinya di Gedung DPRD Kota Tangerang, Banten. Mereka meminta diterbitkannya Perda Pemajuan Kebudayaan Kota Tangerang, Rabu (5/10/2022).
Rombongan diterima oleh Sekretaris Komisi II DPRD Kota Tangerang Andri S Permana yang menilai Perda ini harus segera dibentuk. Jika tidak proses pembangunan di Kota Tangerang hilang arah.
Menurut Andi Pemerintahan Arief R. Wismansyah - Sachrudi selama dua periode dinilai gagal dalam pembangunan Kota Tangerang. Bahkan disebut memprihatinkan dengan pekerjaan pembangunan yang sudah ada selama ini.
“Ada dua perspektif yang gagal dimaknai. Anggaran Rp. 29 triliun dari tahun 2014 sudah jadi apa dalam pembangunan Kota Tangerang ini?” ujar Andri.
Menurutnya kalau paradigmanya budaya hanya acara, tidak akan maju. Harus mengubah menjadi budaya non fisik atau perilaku.
“Budaya yang dimaksud adalah segala sendi kebudayaan. Menyangkut pembangunan infrastruktur, jangan sampai hanya sekadar ada kegiatan. Menjadi trigger landasan untuk mengukur indeks pembangunan masyarakat,” tambah Andri.
Seperti diketahui selama pemerintahan Arief R. Wismansyah Pemkot Tangerang kerap menggelar banyak festival. Seperti Festival Cisadane, Festival Al Azhom, Festival Budaya dan lain sebagainya. Namun Andri menyebut kegiatan tersebut hanya sekadar seremoni belaka tanpa adanya arah yang jelas.
“Kalau paradigma kita tidak ubah, budaya harus sebagai penggerak pada perilaku Akhlakul Karimah. Bagaimana budaya menjadi penggerak ekonomi kreatif. Bagaimana budaya menjadi tolak ukur ketepatan penggunaan APBD,” kata Andri.
Mukafi Solihin dari Tim 11 mengaku sedih dan terenyuh dengan pembangunan di Kota Tangerang. Terlebih jembatan yang berada di depan Stadion Benteng Reborn. Bangunan tersebut kerap disebut Jembatan Teletabis karena bentuknya menyerupai bukit yang menggelembung.
“Belum melihat keterkaitan pembangunan antar bidang dan divisi. Contoh sederhana taman yang tidak ramah difable dan Jembatan Teletabis itu. Ada 10 pokok kebudayaan bisa menjadi acuan dasar pembangunan. Ruang kebudayaan susah diakses dan bagaimana mendekatkan fasilitas itu dengan masyarakat,” ungkap pria yang akrab disapa Miing ini.
Seniman Edi Bonetski pun turut meluapkan kegelisahannya. Bahkan dirinya terlihat emosional begitu menyuarakan aspirasinya ini.
“Kita harus sadar bahwa melahirkan seniman sangat sulit. Kami melihat tidak ada kebaikan dalam berkesenian di Kota Tangerang. Minimal Perda Kebudayaan mengawal semangat kebudayaan,” tutur Edi tampak kedua bola matanya berkaca-kaca.
Edi menegaskan Pemkot Tangerang seharusnya tidak hanya membangun fisik tapi juga mental. Gedung Kesenian yang dibangun Arief R. Wismansyah di bilangan Moderland mati suri.
“Ini tidak dijaga oleh festival yang hanya seremoni. Pemerintah Daerah seharusnya merawat orang-orang yang ikhlas melakukan pelestarian kebudayaan,” bebernya.(Ris/*)