Bagaimana Vaksinasi Covid Bekerja Dalam Tubuh
Oleh Dr Handrawan Nadesul
Vaksinasi itu meniru proses masuknya bibit penyakit apa saja selama kejadian infeksi alami. Sistem kekebalan tubuh bereaksi menangkal, dengan hasil menang atau kalah, lalu menyisakan kekebalan pada tubuh yang diserang. Kalau tubuh menang melawan bibit penyakit, infeksi batal terjadi, oang batal terinfeksi. Sebaliknya, orang terinfeksi, bisa ringan sedang atau berat, dan pulih, atau bisa kehilangan nyawa. Ini ditentukan oleh seberapa baik sistem imun tubuh dan seberapa ganas dan seberapa banyak dosis bibit penyakitnya.
Setelah tubuh terinfeksi oleh jenis bibit penyakit apapun, sistem kekebalan menyimpan ingatan dalam sel memori (memory cell) siapa bibit penyakit yang pernah menyerangya itu. Sel memori akan menyimpan catatan itu, sehingga apabila kemudian bibit penyakitnya itu menyerang kembali, sel memori mengingatnya, dan tubuh sudah siap menumpasnya, sehingga orang batal terinfeksi.
Fakta itu yang ditiru oleh vaksinasi. Vaksinasi dengan sengaja memasukkan bibit penyakit, tapi yang sudah dilemahkan (attenuated) atau dimatikan (kill vaccine), namun tetap berpotensi memicu sistem kekebalan tubuh, sel memori dalam hal ini, untuk membuat jenis antibodi yang akan melawan bibit penyakit yang pernah masuk itu.
Itu perlunya sel memori. Semakin beragam bibit penyakit yang pernah memasuki tubuh, semakin beragam kekebalan tubuh terhadap bibit penyakit yang dicatat sel memori.
Ingatan sel memori terhadap bibit penyakit umumnya sepanjang hayat. Orang yang pernah terserang virus cacar, cacar air, campak measles, ingatan sel memorinya seumur hidup inangnya. Sekali orang pernah terserang cacar, seumur hidup tak kena cacar lagi, atau tidak terserang dua kali. Itu berkat jasa ingatan sel memori.
Kejadian setelah divaksinasi juga mirip dengan reaksi kekebalan tubuh saat diserang bibit penyakit. Bedanya, setelah divaksin, selama tubuh berkondisi normal, tidak sampai jatuh sakit infeksi, karena bibit penyakitnya sudah tidak berdaya untuk menjangkitkan infeksinya.
Dulu bahan vaksin hanya diproduksi dari bibit penyakit yang sudah dibuat tidak berdaya, selain ada jenis rekayasa recombinant, atau bibit penyakit yang direkayasa dengan cara lain. Tujuannya membuat tubuh kebal terhadap serangan untuk mana jenis vaksinasinya diberikan.
Sekarang dengan kemajuan ilmu, bahan vaksin bukan saja dari bibit penyakit, melainkan bisa dengan rekayasa baik dari DNA maupun RNA, dari vector serpihan virusnya, dalam hal ini virus SARS-CoV-2, dari spike atau jonjot protein virusnya (viral vector S proten), selain recombinant.
Kita mengenal 5 platform vaksin Covid. Hanya vaksin Senovac yang terbuat dari virus utuh yang sudah dimatikan, yang lainnya viral vector S protein, recombinant, selain dari DNA serta dari RNA. Kelimanya sudah lolos uji keamanannya selain uji khasiatnya.
Ihwal kelemahan, efek samping sermua platform vaksin sama-sama produk baru yang secara terpaksa diedarkan dengan pertimbangan kedaruratan, urgent. Jadi masih perlu diuji oleh waktu, dengan terus memonitor dan evaluasi KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi).
Laporan ilmiah ihwal efek jelek vaksin dari pelbagai penjuru dunia terus mengalir, selain kelebihannya. Semua ilmuwan virus dunia sama bodohnya dan sama pintarnya dalam hal Covid, karena ini barang baru. Belum semua ihwal vaksin dan obat Covid, sepenuhnya terungkap.
Dengan platform vaksin Covid apapun, sistem kekebalan tubuh memberi reaksi yang ujungnya memproduksi antibodi yang mampu menetralkan virus SARS-CoV-2, selain sel memori terpicu mencatat virus Covidnya.
Setelah vaksin disuntikkan, dalam sistem kekebalan tubuh (Lihat Diagram di bawah), bahan vaksin sebagai benda asing atau antigen, akan memicu sel darah putih jenis Macrophag menjadi aktif, selain itu sel T juga dibuat aktif.
Sel Macrophag yang memicu sel B dalam sel kekebalan menjadi aktif, dan sel B aktif ini yang akan memerintahkan sel Plasma memproduksi antibodi yang spesifik virus SARS-CoV-2. Antibodi spesifik ini yang akan menetralkan virusnya. Sedangkan sel T yang sudah aktif oleh bahan vaksin di atas saat memicu sel Macrophag, akan membentuk CD4 dan CD8.
CD4 yang ikut memicu sel B bersama-sama sel Macrophag di atas untuk menjadi aktif. sehingga mampu memerintahkan sel Plasma memproduksi antibodi. Sedangkan CD8 yang akan mengangkut semua sel tubuh yang sudah dimasuki virusnya.
Alhasil, setelah vaksin disuntikkan, akan terbentuk antibodi yang mampu menetralkan virus Covid-nya, dan mengangkat sel tubuh yang sudah terinfeksi, selain membuat sel memori mencatat ingatan siapa virus SARS-CoV-2. Artinya, apabila nanti tubuh dimasuki lagi oleh virus SARS-CoV-2, selain antibodi yang masih ada, karena antibodi akan surut seiring waktu, sel memorinya masih siap-siaga bila sewaktu-waktu ada virus SARS-CoV-2 yang datang menyerang.
Bukti bahwa sel memori hadir, orang yang sudah sembuh dari Covid, dan mereka yang sudah vaksinasi Covid, tubuhnya menjadi kebal Covid. Tubuh sudah kebal baik berkat masih adanya antibodi yang sudah terbentuk sewaktu sembuh Covid, atau sehabis vaksinasi, dan andai antibodinya sudah surut pun, masih hadir sel memori, yang akan memerintahlan sel Plasma untuk memproduksi antibodi lagi.
Pertanyaannya, apakah booster Covid dimaksudkan untuk hanya meningkatkan antiobdi terhadap Covid semata, atau ada tujuan lain. Bila sel memori dinilai tidak perlu diingatkan kembali (reminder) setelah lengkap vaksinasi, atau baru sembuh Covid, karena ingatannya sepanjang hayat, maka pemberian booster secara logika imunologi, mestinya tidak diperlukan.
Antibodi yang andaikata rendah pun saat diserang SARS-CoV-2, hadirnya sel memori yang normal tentu pernah ingat SARS-CoV-2, yang akan langsung memerintahkan sel B memproduksi antibodi kembali. Artinya seberapa pun antibodi terhadap Covid dalam tubuh saat diserang virus SARS-CoV-2, menjadi tidak penting selama sel memorinya masih hadir.
Atau ada perkecualian lain dalam tabiat vaksin Covid, sehingga sistem kekebabalan tubuh, dalam hal ini sel memori, masih harus terus-menerus diingatkan ulang untuk melaksanakan tugasnya memerintahkan sel B memproduksi antibodi. Itu yang barangkali menjadi pertanyaan awam.
Kita melihat pada Diagram di bawah, bisa terjadi kejadian abnormal menyimpang atau immunopathology, sebagaimana beberapa ahli merisaukan terkait vaksinasi. Yakni apabila terjadi ADE (Antibody-Development Enhancement). Reaksi kekebalan secara berlebihan, sehingga menimbulkan kontraproduksi, muncul reaksi alergi, sebagaimana terbaca pada Diagram kanan bawah.
Sementara ada pihak yang mengabaikan kejadian ADE pada vaksinas SARS-CoV-2 sebagaimana biasa terjadi pada vaksinasi lain.
Demikian sekadar membuka wawasan ihwal vaksinasi SARS-CoV-2.
Salam sehat,
Dr HANDRAWAN NADESUL