Hukuman Habieb Rizieq Dikurangi 2 Tahun. Pengacara: Harusnya Bebas
Cipasera - Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi mengurangi hukuman Rizieq Shihab dalam kasus UMMI. Rizieq Shihab dalam putusan kasasi dihukum 2 tahun penjara dari putusan sebelumnya yang dikuatkan di tingkat banding yakni 4 tahun penjara.
Dalam amar putusan, MA menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. Hakim kasasi juga menolak permohonan kasasi Pemohon Kasasi Il/Terdakwa Moh Rizieq Bin Husein Syihab alias Habib Muhammad Rizieq Shihab.
“Memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 210/Pid.Sus/2021/PT DKI tanggal 30 Agustus 2021 yang mengubah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 225/Pid.Sus/2021/PN Jkt. Tmr tanggal 24 Juni 2021 mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi pidana penjara selama 2 (dua) tahun,” demikian petikan amar putusan kasasi MA yang dikutip VOI, Senin, 15 November.
Sebelumnya Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI menguatkan vonis tingkat pertama untuk terdakwa Rizieq Shihab dalam kasus hasil swab RS UMMI Bogor. Sehingga, Rizieq tetap disanksi pidana empat tahun penjara.
Menanggapi keputusan tersebut, Pengacara dari LBH Putra Umat Chandra Putra Irawan mengapresiasi pengurangan dua tahun dari total empat tahun. "Tapi itu tidak cukup. Semestinya Mahkamah Agung memberikan vonis bebas," kata Chandra kepada JPNN.com, Senin (15/11) malam.
Dia menyebut tokoh asal Petamburan, Jakarta Pusat, itu seharusnya divonis bebas dengan dua dalil, pertama, pernyataan tentang kondisi kesehatan Habib Rizieq yang menyatakan dalam keadaan sudah pulih atau sehat bukan merupakan perbuatan tercela.
"Oleh karenanya tidak ada perbuatan melawan hukum. Ucapan tersebut adalah termasuk bagian dalam pikiran, sebab dirinya merasakan sudah sehat," kata ketua eksekutif BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) itu.
Chandra menjelaskan penilaian atas kesehatan diri sendiri adalah hal yang wajar sebagaimana penilaian pada umumnya seseorang yang merasakan sudah pulih dari rasa sakitnya.
"Dengan mengacu pada asas 'cogitationis poenam nemo patitur' (tidak seorang pun dipidana atas yang ada dalam pikirannya), maka pernyataan sehat Habib Rizieq Shihab semestinya dipandang bukan sebagai kejahatan," tutur Chandra.
Dalil kedua, kata dia, semestinya perdebatan di media sosial atau viral tidak dapat dijadikan dasar menyebabkan keonaran di kalangan rakyat. Semestinya keonaran harus didefinisikan secara konkret dan memiliki batasan yang jelas.
Apabila tidak, maka dikhawatirkan bersifat karet/lentur, tidak bisa diukur, dan penerapannya dikhawatirkan berpotensi sewenang-wenang dalam menafsirkan.
"Hukum pidana mesti bersifat lex stricta, yaitu bahwa hukum tertulis tadi harus dimaknai secara rigid, tidak boleh diperluas atau multitafsir pemaknaannya," pungkas Chandra Purna Irawan. (VOI/jpnn)