Akhir Masa Tugas, DPRD Tangsel Selesaikan 11 Raperda Jadi Perda
Selasa, 27 Agustus 2019
Edit
Penandatangan Serah Terima Raperda |
Selain memiliki peran penting dalam hal pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan Pemerintah Daerah (Eksekutif), DPRD berperan dalam penganggaran dan pembentukan Perda, dari ketiga fungsi utamanya tersebut DPRD Tangerang selatan terus memaksimalkan tugas dan fungsinya, utamanya dalam hal pembentukan Perda karna itu merupakan payung hukum untuk berjalannya suatu pemerintahan.
Selama kurun waktu 2014-2019, setidaknya ada 59 Perda yang berhasil dituntaskan melalui pembahasan bersama Badan Pembentukan (Bapem) Peraturan Daerah atau program pembentukan raperda dan selesai diparipurnakan bersama dan ditandatangani Wali Kota Tangsel, Airin Rachmi Diany.
“Ada 11 Raperda yang akan kita sahkan hari ini, Rincian Perda tahun 2014-2019 adalah, perda tahun 2014 ada 14 Perda, sedangkan pada 2015 dan 2016, ada 15 Perda dan 19 perda. Sementara 2017 ada 20 perda. Sisanya, 2018-2019 ada 19 Perda dan 17 Propem perda yang dicanangkan,” katanya Ledy Butar Butar, Kamis (22/8/2019).
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Tangerang selatan Moch Ramlie menjelaskan bahwa capaian Raperda yang diputuskan menjadi Perda tiap tahunnya meningkat. Ia mencontohkan pada 2018-2019, jumlah Raperda yang disahkan mencapai 19 Perda yang disahkan di tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, Ramlie tak memungkiri ada beberapa hal yang membuat pembahasan Raperda di dewan menjadi cukup alot. Sehingga, menyebabkan tak seluruh Raperda dapat diputuskan menjadi perda.
Pertama, belum adanya peraturan yang memayungi rancangan tersebut. Misalnya, perundang-undangan yang mensyaratkan dasar hukum tambahan untuk membuat Perda.
“Misalnya, UU-nya sudah ada. Namun, dalam membentuk Perda, perlu PP (Peraturan Pemerintah). Sementara PP-nya belum keluar. Sehingga kami belum bisa membahas Raperdanya karena kawatir bertentangan dengan PP,” katanya.
Kedua, dewan juga mempertimbangkan urgensi dari Perda yang dibahas. “Ada kalanya, perda menjadi penting dibahas ketika diusulkan. Namun, saat dalam perjalanan ada perubahan konstilasi yang membuat perda lain harus dibahas terlebih dahulu,” jelasnya.
Ketiga, persamaan pandang antara dewan dan pemerintah yang acap kali tak menemui titik temu. Pemerintah dan dewan seringkali berbeda pandang soal urgensi Raperda. “Bicara urgensi saja itu butuh waktu panjang,” pungkasnya.
Meskipun demikian, pihaknya memastikan bahwa Perda yang dihasilkan berkualitas, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Prinsipnya, kami tak mementingkan kuantitas, namun kualitas,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, DPRD Kota Tangerang Selatan menyusun Perda sesuai dengan tujuan keberadaan perda. Yakni, kepastian hukum hingga kemudahan pelayanan publik. Rumusnya, perda dibuat ketika problematika muncul, sehingga butuh payung hukum, yang targetnya kepastian hukum dan pelayanan publik.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Selatan Amar menyebutkan kedepannya perlu ada target dalam menyelesaikan sebuah peraturan daerah. Pasalnya, itu merupakan instrumen penting dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Ke depannya dalam tata tertib dewan yang baru nanti perlu dimasukan target penyelesaian perda sebagai dasar. Sehingga bisa terselesaikan dengan optimal,”katanya.
Meski begitu, menurut Amar, setiap produk perda yang dihasilkan atas kesepakatan DPRD dan pemerintah daerah tidak hanya mengejar target pencapaian kuantitas kebutuhan regulasi.
“Sebuah Perda yang dihasilkan itu harus berkualitas baik aspiratif dan akuntabel untuk dijadikan dasar hukum operasional setiap kebijakan daerah, intinya dapat berkontribusi terhadap perkembangan daerah. Sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan daerah sendiri,” pungkasnya.
Hal senada juga dikatakan Ketua Komisi II DPRD Kota Tangerang selatan Ahmad Sauqi. Sauqi mengatakan, mekanisme pembahasan raperda yang telah disahkan menjadi perda ini telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, telah mengakomodasi masukan dari fraksi-fraksi melalui pemandangan umum fraksi. Juga masukan dari komisi-komisi DPRD Kota Tangerang Selatan, stakeholder, pakar atau akademisi dan perwakilan masyarakat lainnya dalam rapat dengar pendapat umum.
“Sehingga besar harapan kami, raperda yang ditetapkan menjadi perda dapat dilaksanakan secara optimal untuk kepentingan masyarakat Kota Tangerang Selatan,” ucapnya.
Terpisah, Sekretaris Dewan (Sekwan) Chaerul Saleh mengatakan, sepanjang tahun 2014 ada 14 Perda yang disahkan oleh DPRD Kota Tangerang Selatan, sedangkan pada 2015 dan 2016, ada 15 dan 19 Perda yang disahkan menjadi perda. Sementara 2017 ada 20 perda yang disahkan. Sisanya, 2018-2019 ada 19 dan 17 perda yang dicanangkan.
“Jadi 59 buah Perda itu terdiri dari Perda usulan Pemerintah Daerah (Pemda) dan Perda inisiatif DPRD. Totalnya ada sekitar 59 buah Perda yang sudah ditetapkan selama periodesasi 2014-2019. Dalam kepemimpinan DPRD selama periode ini sudah ada banyak hal yang dihasilkan, tapi mungkin selama ini tak pernah diberitakan. Sehingga masyarakat menilai, apa sih kerja DPRD selama ini. Nah, itu tanggung jawab kami untuk menyampaikannya. Semoga dengan informasi ini, masyarakat bisa melihat apa yang telah dilakukan wakil rakyatnya,” pungkasnya.
Ratosimo mengatakan, Perda itu penting untuk mengakomodir apa yang menjadi keperluan penyandang Disabilitas di Kota Tangsel.
Tidak hanya itu, Ratosimo mengungkapkan itu juga merupakan implementasi dari aturan perundang-undangan yang ada. “Kami sebagai Penyandang Disabilitas juga mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah memiliki peraturan daerah (Perda) perlindungan masyarakat disabilitas,” tutupnya. (adv)