Remy Sylado : RUU Permusikan Tercium Bau Pemikiran Orla dan Kacau Acuannya
Kamis, 14 Februari 2019
Edit
Cipasera - Diskusi kebudayaan tentang Kontroversi RUU (rencana undang - undang) Permusikkan yang digelar Rifa'i Center ( RICE), di Galery Rempoa Satoe, Rempoa, Tangsel berjalan penuh greget. Dan Remy Sylado yang menjadi narasumber utama membuka spektrum menarik, sekaligus menguliti masalah yang tak relevan dalam RUU tersebut, Rabu 13/2/19.
Menurut budayawan Remy Sylado, ada 10 point yang pantas dicermati sekaligus diluruskan istilah maupun kandungan dan tujuannya. Sebab di mata mantan redaktur majalah Aktuil ini, penggagas, pencetus dan penyusun redaksional RUU Permusikan (PPP -RUU-TM) bukan pribadi cendekia di bidang musik yang memahami musik sebagai sains dan seni, yang mencakup musikologi, filsafat estetika, historigrafi dan pedagoginya sehingga memenuhi syarat akademis dan intelektual di bidang kebudayaan. Melainkan semata - mata hanya "tukang main musik" untuk cari nafkah.
Maka bila dicermati kalimat - kalimat RUU TM, terlihat telanjang pengetahuannya tentang musik, yang semata - mata berorientasi pada bisnis seni kitsch.
"Lihat saja pada 4 point 3 -d. Produser, pihak yang dielukan pelaku musik sebagai Tuan, Majikan, Ndoro. Saya lihat sikap PPP RUU TM bergantung pada orang yang disebut produser," kata Remy yang disambut riuh hadirin. "Boleh jadi di belakang PPP RU TM memang musizkant yang pernah dibentuk produser."
"Lihat saja pada 4 point 3 -d. Produser, pihak yang dielukan pelaku musik sebagai Tuan, Majikan, Ndoro. Saya lihat sikap PPP RUU TM bergantung pada orang yang disebut produser," kata Remy yang disambut riuh hadirin. "Boleh jadi di belakang PPP RU TM memang musizkant yang pernah dibentuk produser."
Tak hanya itu, kata Remy, mereka juga tak mampu merumuskan dengan baik apa itu musik di Bab 1 Pasal 1 hingga point 11 Ketentuan Umum.
Di Bab 1 Pasal 1 point 8, misalnya, acuanya sangat kacau. Musik tradisional didefinisikan, adalah musik yang bersifat khas dan mencerminkan kebudayaan etnis atau masyarakat yang sesuai dengan tradisi dan diwariskan secara turun temurun.
"Kata 'tradisional' sudah sejak lama jadi goreng - gorengan politik zaman orba dan orla, untuk pathos kebangsaan yang kerdil," ungkap Remy
"Kata 'tradisional' sudah sejak lama jadi goreng - gorengan politik zaman orba dan orla, untuk pathos kebangsaan yang kerdil," ungkap Remy
Yang menggiriskan di RUU TM ini, tercium pemikiran Orde Lama (orla), "Saya melihat kecenderungan orla yang sangat kentara dalam wacana yang diacu oleh PPP RUU TM. Disitu kuat sekali kesan, PPP RUU TM hendak menjadikan frustasi penguasa sebagai kekuatan untuk mengarah apa yang disebut "kebudayaan nasional'. Ini mengingatkan pada stir komunisme.
"Dulu PKI bernafsu sekali mengarahkan apa yang disebut "kebudayaan nasional" itu sesuai dengan selera sempit dari penguasa," urai budayawan berusia 74 tahun itu.
"Dulu PKI bernafsu sekali mengarahkan apa yang disebut "kebudayaan nasional" itu sesuai dengan selera sempit dari penguasa," urai budayawan berusia 74 tahun itu.
Diskusi yang dipandu Direktur Eksekutif RICE Chavchay Saefullah ini, intinya, Remy berharap, mudah - mudahan dirinya tak perlu berprasangka buruk, pandangan PPP RUU TM dengan semangat yang dipenuhi prejudice SARA dengan memakai jargon - jargon revolusioner dalam rangka membangun kebudayaan nasional yang berkepribadian.
Diskusi yang dihadiri sekitar 100 orang dari berbagai komunitas seni dan organisasi kebudayaan, juga merangkum semua pertanyaan, pernyataan dan sikap atas sejumlah konten pasal RUU yang dianggap membingungkan, menjadi daftar evaluasi masalah yang akan dikirim oleh RICE ke DPR- RI sebagai masukan. RICE merupakan lembaga Kajian Kebudayaan dan Penelitian yang didirikan di Banten. (TW)