Fikih Zakat on SDGs Terbit. Sektor Sosial Distribusi Tertinggi Zakat
Selasa, 31 Juli 2018
Edit
Bambang S, Ketua Baznaz |
Dalam keterangan resmi yang diterima Antara di Jakarta, Selasa, Buku Fikih Zakat on SDGS tersebut diluncurkan di Gedung Saleh Afif, Bappenas, Jakarta, Senin, 30/7/2018
Peluncuran buku ini juga dihadiri oleh Menteri Agama H. Lukman Hakim Saefudin, Ketua Baznas Bambang Sudibyo, Ketua MUI KH. Ma`ruf Amien, Co-Chair Filantropi Indonesia Erna Wiotoelar, serta para pegiat zakat dan pihak-pihak yang terlibat dalam Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia.
"Buku ini bermanfaat sebagai referensi penting bagi pemangku kepentingan untuk memahami pelaksanaan SDGs dari sudut pandang Islam yang berdasarkan pada Al-Qur`an, hadis, dan beberapa pendapat ulama. Selain itu, buku ini juga menjelaskan mendukung pencapaian SDGs, seperti potensi zakat di Indonesia yang sangat besar yang dapat digunakan untuk pemanfaatan program-program produktif, fisik, dan pemberdayaan," ujar Bambang.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan bahwa konsep keuangan Islam adalah menyeimbangkan antara dan risiko dengan cara yang adil dan transparan. Dengan melakukan prinsip-prinsip ini, pelaksanaan zakat dapat menghubungkan dan sekaligus menjaga hubungan antara keuangan dan ekonomi riil.
Sebagai suatu sistem, zakat membantu merangsang aktivitas ekonomi dan kewirausahaan untuk mengatasi kemiskinan dan ketidaksetaraan, menjamin stabilitas keuangan dan sosial, serta mempromosikan pengembangan manusia yang komprehensif dan berkeadilan.
"Semua dampak positif dari implementasi zakat sangat relevan dengan upaya pencapaian kontribusi yang SDGs . Dalam konteks pengentasan kemiskinan, zakat di Indonesia memiliki potensi sangat besar. Hal ini dapat dipahami karena Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, yaitu 85 persen dari total penduduk di Indonesia atau sekitar 217 juta penduduk, sehingga dana zakat dapat dikumpulkan secara optimal dari umat Islam," katanya.
Dalam sambutannya, Bambang juga menyampaikan bahwa distribusi zakat di Indonesia disirkulasikan di beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, dakwah, kesehatan, dan sosial.
Di antara sektor-sektor tersebut, sektor sosial memiliki alokasi tertinggi di tingkat nasional, dengan hampir setengah dari total dana zakat, yaitu 41,27 persen atau hampir Rp1 triliun.
Sekitar setengahnya, khususnya 20,35 persen atau hampir Rp500 miliar, dialokasikan untuk sektor pendidikan. Sektor ekonomi dan dakwah masing-masing dengan alokasi 15,01 persen atau sekitar Rp340 miliar, dan 14,87 persen atau sekitar Rp330 miliar. Selain itu, proporsi terkecil dari distribusi zakat yaitu 8,5 persen atau sekitar Rp200 miliar dialokasikan untuk sektor kesehatan.
Fikih Zakat on SDGs adalah terobosan ikhtiar dalam membangun relasi keduanya. Zakat sebagai instrumen distribusi ekonomi bertujuan mengentaskan kemiskinan dan memajukan ekonomi.
Sementara itu, SDGs adalah satu kesepakatan masyarakat dunia untuk mewujudkan dunia yang terbebas dari kemiskinan, berkehidupan yang bermartabat, adil, dan sejahtera, serta saling bekerjasama di antara mereka. Sebuah masyarakat ideal yang diidamkan melalui perwujudan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di tahun 2030.
Relasi dimaksud bersifat dua arah, yaitu zakat sebagai instrumen yang mendukung pencapaian SDGs dan pada saat yang sama penerapan paradigma SDGs dalam pengelolaan zakat.
Buku Fikih Zakat on SDGs ini diharapkan bisa menjadi panduan bagi pengelola zakat dalam mendukung pencapaian SDGs di Indonesia. Buku ini punya peran penting karena zakat berpotensi menjadi sumber daya alternatif dalam mendukung pencapaian SDGs di Indonesia.
Zakat merupakan salah satu sumber daya filantropi paling potensial dan berkembang pesat di Indonesia. Data BAZNAS (2015) menunjukkan potensi zakat Indonesia mencapai Rp286 triliun, sedangkan jumlah zakat yang berhasil dihimpun pada 2015 mencapai Rp3,6 triliun.(ant)