Diduga Langgar Undang- Undang, Partai Solidaritas Dipolisikan Bawaslu
Jumat, 18 Mei 2018
Edit
M.Abhan |
Bawaslu menemukan iklan dengan nomor urut dan logo PSI, serta hasil survei partai dengan judul “Alternatif Cawapres dan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo”. Pada iklan tersebut, dimuat nama dan foto calon wakil presiden (cawapres) dan calon menteri periode 2014-2019.
“Kami sudah menyerahkan berkas laporan ke polisi tadi pagi. Kami berharap, kepolisian akan melakukan penyidikan tepat waktu dan proses ini berlanjut pada proses penuntutan dan pelimpahan di sidang pengadilan,” kata Ketua Bawaslu, Abhan, pada konferensi pers di kantor Bawaslu RI, Gondangdia, Jakarta Pusat (17/5).
Pihak yang menjadi terlapor yakni, Sekretaris Jenderal (Sekjend), Raja Juli Antoni, dan Wakil Sekjend PSI, Satia Chandra Wiguna. Nama keduanya dimasukkan di dalam laporan Bawaslu karena telah berhasil diklarifikasi. Adapun Ketua Umum PSI, Grace Natalie, namanya tak dimasukkan karena tak menghadiri panggilan Bawaslu hingga batas waktu pelaporan pelanggaran sejak dugaan pelanggaran ditemukan.
“Harapan kami, nanti setelah diproses penyidikan, Kepolisian bisa melanjutkan ke proses pengembangan, siapa saja yang memang harus bertanggung jawab atas ini. Jadi, tidak menutup kemungkinan masih ada pihak-pihak lain yang harus mempertanggungjawabkan,” jelas Abhan.
Bawaslu sebagai pelapor kasus ini telah memanggil keterangan ahli, baik ahli bahasa maupun dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), untuk menilai apakah temuan memenuhi unsur pelanggaran pidana. Hasilnya, iklan PSI dinilai memenuhi salah satu unsur definisi kampanye, yakni citra diri.
“KPU memberikan keterangan bahwa in case, memang sudah memenuhi unsur Pasal 92, 276 dan Pasal 1 ayat 35. Jadi, ini sudah komprehensif. Meski tidak ada visi misi, tapi sudah ada citra diri,” ujar Abhan.
Jika terbukti melanggar aturan, PSI akan dikenakan sanksi berupa denda maksimal 12 juta rupiah dan satu tahun penjara bagi pihak-pihak yang diadukan. Tak ada sanksi diskualifikasi. Kepolisian memiliki waktu 14 hari penyidikan untuk kemudian meneruskan kepada Kejaksaan.
“Itu sanksi berdasarkan Undang-Undang No.7/2017. Harapan kami, ini menjadi pembelajaran bagi yang lain, meskipun kasus ini belum selesai,” tutup Abhan.(red/Bwlu)