Titiek Puspa Bimbing Workshop Pantun Betawi Zaman Now
Minggu, 03 Desember 2017
Edit
salah satu budaya Betawi (foto : ist) |
Dalam adat perkawinan orang Betawi, misalnya, ada upacara Palang Pintu. Yakni sebelum calon pengantin (laki-laki) boleh masuk ke rumah calon pengantin perempuan, biasanya akan digelar acara adat Palang Pintu, yakni atraksi pencak silat menampilkan jagoan yang mewakili masing-masing keluarga mempelai. Atraksi tersebut, biasanya akan didahului dengan adu pantun.
Adu pantun ini sangat menarik. Bukan cuma karena di dalam pantun-pantun banyak berisi pelajaran tatakrama hidup dan pergaulan, nasihat atau bahkan ungkapan rasa cinta dan hormat pada orang lain, tapi juga kemahiran dan kefasihan Sang Jagoan masing-masing dalam membuat pantun, dalam tempo yang singkat untuk bisa membalas dan mengimbangi, pantun orang yang dihadapinya. Sebuah acara budaya yang penuh didik.
Agar nilai-nilai budaya tersebut bisa lestari sekaligus memperkuat budaya Betawi, Yayasan Mekar Pribadi (YMP) dan Taman Ismail Marzuki (TIM) mengadakan workshop, Tradisi Lisan Betawi Asyik untuk generasi zaman now!
Workshop akan digelar Senin, (4/12/2017) di Ruang Galeri Cipta 3 TIM Jakarta, menampilkan pemerhati budaya Betawi Heryus Saputro Samhudi dan penyanyi legendaris Titiek Puspa.
Titik Puspa akan berbagi teknik berpantun yang menarik, juga cara melakukannya. Sementara Heryus mengutkan Titiek Puspa.
”Heryus Saputro memaparkan materi tradisi lisan Betawi dan contoh prakik membuat pantun Betawi, sedangkan Eyang Titiek Puspa berbagi pengalaman bagaimana mengemas seni untuk selera Generasi Zaman Now!” jelas Pimpinan Yayasan Mekar Pribadi Oetari Noor Permadi, Jumat (1/12).
Workshop ini dikemas dengan praktik langsung membuat pantun disertai evaluasi ini juga akan diisi berbagai pertunjukan seni budaya. Mulai dari penampilan Tari Sirih Kuning, Palang Pintu, Rebana Gedigdug, berbalas pantun, hingga atraksi silat oleh Sanggar RPTRA Ulujami.
Oetari menambahkan, Budaya Betawi seperti pantun dan pencak silat ini merupakan kekuatan budaya atau kultural yang sangat disukai wisatawan. Jika generasi mudanya aktif melestarikan, maka Oetari yakin hal tersebut bisa menarik minat wisatawan mancanegara maupun Nusantara untuk menikmati atraksinya.
Heryus Saputro menjelaskan, pantun merupakan sebentuk puisi lama Indonesia. Nyaris tiap suku dan wilayah budaya daerah di Indonesia mengenal puisi tradisional ini, dengan sebutannya masing-masing. Ada yang menyebutnya geguritan, ada yang bilang parikan, dan banyak lagi. Namun secara umum, khususnya di wilayah budaya Melayu, termasuk di ranah budaya Betawi, populer disebut: pantun,” katanya. (Red/*)