Kontroversi Sultan Banten Beristri 200 Wanita. Antara Hoax Belanda dan Legenda
Sabtu, 24 Juni 2017
Edit
KH TB Fathul Adzim (Foto: dok) |
Cipasera.com- Kisah Sultan Abdul Mahasin, Sultan Banten ke 18 (1690 - 1733) beristri 200 hingga kini masih kontroversi. Sebagian besar masyarakat tak percaya dengan informasi tersebut tapi sebagian lain mempercayainya karena menganggap Sultan Mahasin itu sakti, ganteng dan banyak harta.
“Wanita cantik macam apa saja kalau ditaksir tentu klepek –klepek. Apalagi dia itu raja Banten. Banten kan terkenal seantero Jawa,” kata TB Adi, yang masih kerabat kesultanan Banten. “Tapi, itu memang hanya cerita dari mulut ke mulut. Kebenarannya harus ada penelitian. Sampai saat ini belum ada yang mau menulis tentang Sultan Mahasin.”
Sementara yang kontra berpendapat, tidaklah masuk akal Sultan Mahasin memiliki istri 200. Kapan nikahnya dan siapa saja nama perempuan yang dinikahinya? Sungguh tak masuk akal.
“Itu hanya cerita yang berlebihan saja. Saya tak percaya. Meski zaman dahulu banyak raja Jawa yang beristri lebih dari empat. Tapi khusus Sultan Abdul Mahasin, sangat jauh panggang dari api. Sebab Sultan Mahasin pemeluk Islam taat. Tak mungkin beristri lebih dari empat,” kata Damar Zuliansah, sarjana sejarah kepada Cipasera.com , Kamis, 22/6/2017
Damar yang tinggal di Kaujon, Kota Serang, Banten ini menilai, cerita Sultan Mahasin memiliki istri 200 justru dibuat oleh Belanda untuk menjatuhkan nama baik Sultan. Istilahnya sekarang pembunuhan karakter (character assassination ) .
Pembunuhan karakter ini dilakukan oleh Belanda karena Sultan Mahasin termasuk Sultan yang membangkang terhadap Belanda.
"Dengan cerita sultan beristri 200 agar persepsi masyarakat menjadi buruk terhadap sultan. Pesannya, sultan tukang kawin, mengumbar nafsu,” kata Damar. “Toh sampai sekarang tak ada bukti. Tiap Sultan pasti memiliki silsilah. Tapi silsilah Sultan Mahsin tak mencantumkan istri yang jumlahnya 200.”
Seperti sering jadi perbincangan masyarakat, Sultan Banten ke 18 saat menjadi Sultan tak memegang tali pemerintahan. Kendali pemerintahan kesultanan Banten diserahkan kepada menteri-menterinya. Sebab Sultan pamit mengembara. Nah dalam kembara itu sultan sering melakukan pernikahan dengan wanita yg ditemui.
Kesukaan Sultan melakukan pengembaraan itu dibenarkan oleh kerabat dekat kesultanan Banten, H. TB Fathul Adzim Chatib yang tinggal di kompleks Masjid Banten Lama. Katanya, “Sultan itu memiliki hobi berkelana dari satu daerah ke daerah lain sampai ke Jawa Timur. Ketika tiba di suatu daerah, dia mencari istri sambil membina beberapa warga setempat. Setelah sebulan dua bulan istrinya sudah mengandung, dia pergi lagi berkelana," H. Tubagus Fathul Adzim Chatib seperti dikutip viva.co.id.
TB Fathul memiliki cerita unik. Ketika dia menjadi santri di Malang, Kiai di pesantren itu bercerita perihal asal-usulnya. Dia mengatakan, bahwa para ulama di Jawa Timur jika diurut asal-usulnya adalah keturunan dari Banten.
"Kok bisa begitu?Iya pada jaman dulu ada seorang tokoh dari Banten yang memiliki hobi mencari istri dari daerah-daerah. Keturunan dari tokoh itu banyak yang menjadi ulama," ujar Fathul.
Mendengar penjelasan tadi, Fathul ingat kepada leluhurnya Sultan Abdul Mahasim. Kemudian Fathul diberi satu nama salah satu ulama besar yaitu mbah Suminde di Pasuruan. Dia lalu menyempatkan diri ziarah, menginap ke makam itu.
Tak hanya itu, TB Fathul juga pernah ke Pesantren Lirboyo menemui Kyai Idris. Ketika masuk rumah Kyai Idris terdapat ulama-ulama lain sedang mengobrol. Setelah memperkenalkan diri sebagai orang Banten, seakan-akan tamu lain dibiarkan saja. Kiai Idris asyik bercerita dengan dirinya. Kyai Idris lalu menunjukkan bagan silsilah keturunannya. Dari kakeknya yang keempat atau kelima namanya Ujang Soleh. Fathul heran dan bertanya. "Kok orang Jawa timur memakai nama Ujang?”
Konon, kata Kyai Idris, dahulu seorang Wedana Kediri mempunyai seorang anak perempuan. Puteri itu telah berumur tapi belum menikah karena belum ada lelaki yang sreg. Si Putri bilang, mau nikah asal dengan suami yang sakti dan gagah. Siapa yang mampu mengalahkan pengawal ayah, ia mau jadi istrinya. Singkat cerita, diadakan t sayembara untuk memperebutkan puteri itu.
Singkatnya, setelah puluhan tak bisa mengalahkan pengawal, datanglah
seorang laki –laki. Ternyata, pengawal tersebut
tunduk. Dia tak mau bertarung melawan lelaki yang bernama Ujang Soleh
itu. Semua bingung. Ternyata Ujang Soleh adalah guru si pengawal tersebut. Maka
Ujang dianggap pemenang dan dikawinkan dengan putri Wedana tersebut.
Masih menurut Fathul, kyai Idris itu dirinya pernah menelusuri garis keturunan
Ujang Soleh sampai ke Bogor. Di kota hujan itu ketemu asal-usul Ujang Soleh.
Karena telah lelah, tidak diteruskan ke Banten, akhirnya terputus di Bogor. Di
sana nama Ujang Soleh dikaitkan dengan nama Ki Hasan Kamil, tokoh persilatan.
Fathul yakin, Ujang Soleh alias Ki Hasan Kamil dan Mbah
Sumende adalah Sultan Abdul Mahasim. Tak
berhenti sampai disitu. Di Surabaya ada
suatu komunitas masyarakat yang menyandang nama Tubagus. Salah satu Tubagus
dari Surabaya itu menelusuri asal usulnya sampai ke Banten bertemu Fathul.
“Ya bisa jadi, Sultan Abdul Mahasin
seorang raja yang sedang membangun jaringan kekuatan ke sejumlah
daerah karena terdesak Belanda, dengan cara kelana dan menikahi wanita di sejumlah
daerah,” ujar Damar apa adanya,” Namun sebagai orang yang kuat agamanya, tidaklah mungkin
sampai memiliki 200 istri. Sebab itu melanggar ketentuan Quran. Quran membolehkan
lelaki beristri lebih dari satu, tapi bukan berarti 200,” kata Damar.
Sultan Abdul Mahasim dimakamkan di Pandegelang. Masyarakat di sana lebih mengenal dengan nama Ki Buyut Makacing. Tapi tak ada yang
tahu pasti, tahun berapa Buyut Makacing meninggalGosip . Tapi dalam catatan sejarah Sultan Abdul
Mahasim ini wafat meninggal dunia tahun 1733. (TW dari berbagai
sumber)