Pengakuan Ibunya Eno Parihah, Almarhum Seperti Datang Kalau...
Kamis, 09 Februari 2017
Edit
Mahfudoh berjilbab hitam menangis sedih (Foto:Ist). |
Cipasera.com- Hati ibu mana yang tak sedih mendengar majelis hakim mengurai kejamnya pembunuh yang dilakukan terhadap anak
kandungnya? Pastilah hati ibu akan merasa seperti teriris-iris, anak yang
dikandungnya sembilan bulan dan dibesarkan perlakukan di luar batas kemanusiaan.
Mungkin
itulah yang terjadi pada Mahpudoh. Ia
menangis dan nyaris pingsan saat hadir di
ruang sidang Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu, 8 Februari 2017. Tak heran ibunda Eno
Parihah ini menangis penuh kesedihan. Dia teringat
anaknya, alangkah sakitnya dianiaya.
Saat
tangisan Mahpudoh makin keras menyayat sangat jelas di dalam gedung, seisi ruangan pun mendengar. Maka
seorang hakim meminta Mahfudoh untuk
dibawa keluar agar tak mengganggu pembacaan putusan.
"Keluarga
korban kiranya bisa diajak keluar, kalau tidak kuat mendengar,” kata ketua majelis
M. Irfan Siregar.
Kerabat
Mahpudoh pun membimbing wanita paruh baya ini
keluar ruang persidangan. Di luar
ruangan, Mahpudoh belum menghentikan tangisnya, justru makin menjadi.
Setelah reda tangisnya, Mahpudoh mengaku selalu selalu datang mengikuti sidang pembunuhan anaknya itu. Mahpudoh selalu datang dengan kerabat dan tetangganya berombongan. Biasanya berangkat pagi hari dari rumahnya di Jalan Puser, RT 12 RW 3, Kampung Bangkir, Desa Pegandikan, Kecamatan Lebak Wangi, Serang.
“Saya memang sudah bertekad untuk selalu hadir di persidangan. Pernah sekali saya tak hadir, malamnya almarhumah sepertinya datang. Ia berdiri dengan wajah sedih,” kata Mahpudoh. “Jadinya ya datang terus. Sekalian berdoa juga, pembunuhnya dihukum mati.”
Setelah reda tangisnya, Mahpudoh mengaku selalu selalu datang mengikuti sidang pembunuhan anaknya itu. Mahpudoh selalu datang dengan kerabat dan tetangganya berombongan. Biasanya berangkat pagi hari dari rumahnya di Jalan Puser, RT 12 RW 3, Kampung Bangkir, Desa Pegandikan, Kecamatan Lebak Wangi, Serang.
“Saya memang sudah bertekad untuk selalu hadir di persidangan. Pernah sekali saya tak hadir, malamnya almarhumah sepertinya datang. Ia berdiri dengan wajah sedih,” kata Mahpudoh. “Jadinya ya datang terus. Sekalian berdoa juga, pembunuhnya dihukum mati.”
Dan
doa ibu Eno terkabul. Saat hakim menyatakan menjatuhkan vonis mati, Mahpudoh
pun kaget dan terharu. Lalu pecahlah tangisnya itu. Sementara rombongan keluarganya
berteriak mengucapkan
"Alhamdulillah".
Memang siang itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang
menjatuhkan hukuman mati kepada dua terdakwa kasus pembunuhan Eno Farihah,
Rahmat Arifin bin Hartono dan Imam Hapriadi. "Menjatuhkan hukuman terhadap
terdakwa Imam dan Arifin pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim M Irfan
Siregar saat membacakan putusan Rabu 8
Februari 2017 lalu. Putusan ini sama dengan tuntunan Jaksa Penuntut Umum.
Dalam amar putusan nya majelis hakim menyatakan kedua terdakwa telah terbukti dan meyakinkan melakukan perbuatan pembunuhan berencana.
Adapun yang memberatkan terdakwa, hakim menyatakan perbuatan terdakwa sadis dan keji, meninggalkan luka yang mendalam terhadap keluarga korban, tidak mengakui perbuatan, tidak ada penyesalan."Yang meringankan tidak ditemukan," kata Irfan.
Sementara kedua terdakwa yang duduk di kursi
pesakitan terlihat tenang. Sesekali kedua terdakwa melakukan gerakan menggeser
tempat duduk, menggigit sesuatu di mulutnya dan menggaruk wajah. Dalam amar putusan nya majelis hakim menyatakan kedua terdakwa telah terbukti dan meyakinkan melakukan perbuatan pembunuhan berencana.
Adapun yang memberatkan terdakwa, hakim menyatakan perbuatan terdakwa sadis dan keji, meninggalkan luka yang mendalam terhadap keluarga korban, tidak mengakui perbuatan, tidak ada penyesalan."Yang meringankan tidak ditemukan," kata Irfan.
Kuasa hukum terdakwa, Sunardi menyatakan pikir-pikir dulu dalam menyikapi putusan hakim tersebut." Kami pikir pikir dulu," katanya. (Ts/TC/TB)