Melarang Demo 112 Melanggar Undang-undang
Kamis, 09 Februari 2017
Edit
Oleh
Hendra J.Kede
BANYAK sekali berita di media
mainstrem terkait dengan rencana demonstrasi oleh beberapa kalangan masyarakat
pada tanggal 11 Februari 2017. Ada berita berisi acaman dari Polda Metro Jaya
untuk tidak memberikan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) terkait akan
dilakukannya demonstrasi atau surat semacamnya.
Ada
ancaman akan membubarkan paksa tanpa alasan sesuai hukum. Ada ancaman akan
melakukan penangkapan, dan lain-lain. Mengerikan sekali. Saya bukanlah
pendukung aksi demonstrasi 112, namun membela hak mereka untuk berdemonstrasi
sebagai hak konstitusional mereka. Dan silakan diproses hukum jika demo
tersebut ternyata akhirnya melanggar hukum.
Tanggal 11 adalah masih masa kampanye Pilkada, sehingga tidak bisa digunakan alasan masa tenang oleh pihak kepolisian, pun jika masa tenang tidak ada satupun UU yang melarang warga negara untuk demo. Menghalang-halangi warga untuk berdemonstrasi merupakan tindakan pidana. Tidak ada sedikitpun Polisi punya wewenang menghalang-halangi warga berdemontrasi pada masa kampanye dan masa tenang pemilu/pilkada.
Pada masa tenang yang dilarang adalah melakukan kampanye. Selama tidak ada unsur kampanye maka tidak bisa Polisi melakukan lain selain mengawal demo tersebut. Ada atau tidaknya kampanyepun baru bisa diketahui setelah demo tersebut dilakanakan.
Terkait dengan ancaman Polisi tidak akan mengeluarkan STTP, itu juga tidak bisa menghalangi demo. Itu adalah urusan administratif. Tidak bisa urusan administratif menghilangkan hak warga negara yang diberikan oleh konstitusi dan UU.
UU Nomor 9/1998 hanya mensyaratkan warga negara yang akan melakukan demonstrasi harus memberitahu secara tertulis pihak kepolisian 3x24 jam sebelum demonstrasi dilaksanakan. Setelah memberikan surat pemberitahuan kepada Polisi maka demonstrasi bisa dilaksanakan, dikeluarkan atau tidak dikeluarkan STTP oleh kepolisian. Tidak bisa kepolisian membubarkan demo dengan alasan belum ada pemberitahuan karena tidak ada STTP.
Ketiadaan STTP setelah surat pemberitahuan diberikan haruslah dipandang bahwa pihak kepolisian yang menerima surat pemberitahuan lalai. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan saat pelaksanaan demonstrasi maka kesalahan ada pada pihak kepolisian yang tidak menindaklanjuti adanya surat pemberitahuan demonstrasi.
Pelarangan Demo oleh KPU dan Bawaslu, Pembubaran Demo dan Penangkapan
Jika demo berjalan lancar dan tidak terjadi pelanggaran sesuai yang diamanatkan UU dan tidak berbau kampanye jika pada masa tenang, maka pembubaran demo oleh kepolisian tidaklah bisa dibenarkan secara hukum. Polisi bisa dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum.
Terkait dengan adanya klaim bahwa KPU dan Bawaslu diajak berkoordinasi untuk melarang demostrasi, perlu dipahami kedua institusi penyelenggara pemilu tersebut tidak sedikitpun memiliki kewenangan mengatur apalagi sampai melarang-larang warga berdemonstrasi. KPU dan Bawaslu bisa dipidana jika berani mengeluarkan larangan itu. KPU dan Bawaslu hanya berwenang jika pada masa tenang mengidentifikasi ada tindakan aktivitas yang bisa dikategorikan kampanye. Jika ada, maka kedua lembaga tersebut harus memproses sesuai ketentuan yang ada. Tidak bisa selain daripada itu.
Marilah kita berdemokrasi berdasar hukum dan berdemokrasi tanpa ancam mengancam yang itu merupakan pelanggaran terhadap hak konstitisional dan hak hukum warga negara.(Source: RMOL)
Penulis adalah Sekjen Community for Press and Democracy Empowerment (Press Code) dan Ketua Mapilu-PWI 2003-2012
Tanggal 11 adalah masih masa kampanye Pilkada, sehingga tidak bisa digunakan alasan masa tenang oleh pihak kepolisian, pun jika masa tenang tidak ada satupun UU yang melarang warga negara untuk demo. Menghalang-halangi warga untuk berdemonstrasi merupakan tindakan pidana. Tidak ada sedikitpun Polisi punya wewenang menghalang-halangi warga berdemontrasi pada masa kampanye dan masa tenang pemilu/pilkada.
Pada masa tenang yang dilarang adalah melakukan kampanye. Selama tidak ada unsur kampanye maka tidak bisa Polisi melakukan lain selain mengawal demo tersebut. Ada atau tidaknya kampanyepun baru bisa diketahui setelah demo tersebut dilakanakan.
Terkait dengan ancaman Polisi tidak akan mengeluarkan STTP, itu juga tidak bisa menghalangi demo. Itu adalah urusan administratif. Tidak bisa urusan administratif menghilangkan hak warga negara yang diberikan oleh konstitusi dan UU.
UU Nomor 9/1998 hanya mensyaratkan warga negara yang akan melakukan demonstrasi harus memberitahu secara tertulis pihak kepolisian 3x24 jam sebelum demonstrasi dilaksanakan. Setelah memberikan surat pemberitahuan kepada Polisi maka demonstrasi bisa dilaksanakan, dikeluarkan atau tidak dikeluarkan STTP oleh kepolisian. Tidak bisa kepolisian membubarkan demo dengan alasan belum ada pemberitahuan karena tidak ada STTP.
Ketiadaan STTP setelah surat pemberitahuan diberikan haruslah dipandang bahwa pihak kepolisian yang menerima surat pemberitahuan lalai. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan saat pelaksanaan demonstrasi maka kesalahan ada pada pihak kepolisian yang tidak menindaklanjuti adanya surat pemberitahuan demonstrasi.
Pelarangan Demo oleh KPU dan Bawaslu, Pembubaran Demo dan Penangkapan
Jika demo berjalan lancar dan tidak terjadi pelanggaran sesuai yang diamanatkan UU dan tidak berbau kampanye jika pada masa tenang, maka pembubaran demo oleh kepolisian tidaklah bisa dibenarkan secara hukum. Polisi bisa dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum.
Terkait dengan adanya klaim bahwa KPU dan Bawaslu diajak berkoordinasi untuk melarang demostrasi, perlu dipahami kedua institusi penyelenggara pemilu tersebut tidak sedikitpun memiliki kewenangan mengatur apalagi sampai melarang-larang warga berdemonstrasi. KPU dan Bawaslu bisa dipidana jika berani mengeluarkan larangan itu. KPU dan Bawaslu hanya berwenang jika pada masa tenang mengidentifikasi ada tindakan aktivitas yang bisa dikategorikan kampanye. Jika ada, maka kedua lembaga tersebut harus memproses sesuai ketentuan yang ada. Tidak bisa selain daripada itu.
Marilah kita berdemokrasi berdasar hukum dan berdemokrasi tanpa ancam mengancam yang itu merupakan pelanggaran terhadap hak konstitisional dan hak hukum warga negara.(Source: RMOL)
Penulis adalah Sekjen Community for Press and Democracy Empowerment (Press Code) dan Ketua Mapilu-PWI 2003-2012