Megawati Shocked, Gegara Ahok Di Banten Keok. 47 Daerah Gagal
Senin, 20 Februari 2017
Edit
Cipasera-com-Sejumlah
pasangan calon (paslon) yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) kalah dalam Pilkada serentak yang digelar 15 Februari 2017. Dari 101
pilkada, kemungkinan 47 pasang calon sekaligus di 47 Pilkada, PDIP mengalami
kekalahan. Rontoknya suara PDIP ini dinilai tidak terlepas dari efek negatif
Ahok yang menjadi terdakwa penista agama.
Selain itu berbagai kebijakan Ahok
semasa menjabat Gubernur DKI yang tidak pro rakyat (penggusuran, skandal off
budget, sengkarut reklamasi dan perilaku sombong) menjadi pusat perhatian
rakyat.
Sejumlah kalangan menyebut kekalahan
sejumlah pasangan calo (paslon) kepala daerah yang diusung PDIP dan partai
pengusungnya, karena efek dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, petahana
gubernur DKI Jakarta yang menjadi terdakwa penista agama. Dari 101 pilkada,
kemungkinan 47 pasang calon sekaligus di 47 Pilkada tersebut PDIP mengalami
kekalahan.
Fenomena rontoknya suara PDIP
dinilai para pengamat tidak terlepas dari effek negatif Ahok yang menjalar
sampai kedaerah-daerah lainnya. Beberapa kebijakan dan perilaku buruk Ahok
sebagai orang nomor satu di ibukota negara menjadi pusat perhatian rakyat.
Pengamat politik dari Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Zaki Mubarak mengatakan, di
daerah yang sentimen Islamnya kuat maka bisa jadi ada Ahok efek, yang membuat
pemilih muslim tidak mau mendukung calon yang diiusung PDIP.
Selain itu, PDIP gagal
melakukan desentralisasi dalam hal menyerap aspirasi siapa yang akan diusung
sebagai kepala daerah karena DPP terlalu dominan. Efeknya, muncul sejumlah
resistensi dari grass root (akar rumput) di daerah yang menolak.
“Faktor Ahok juga ada di Pilkada
Banten, sehingga menjadi problem serius bagi PDIP untuk melakukan mobilisasi
kelompok-kelompok muslim di Bawah,” ujarnya.
Mega Shocked
Sementara itu, Presidium Forum
Lintas Generasi Pro Demokrasi, Andrianto mengemukakan, Megawati shocked berat,
Pilgub Banten terancam kandas, dan Jakarta gagal 1 putaran.
“Kalau Banten tidak berubah, yang
menang sesungguhnya mantan Presiden SBY. Wahidin itu jelas kader Demokrat.
Sementara untuk Jakarta Mega terpaksa usung Ahok karena gak punya kader yang
mumpuni. Kadernya kelas Trimedya, Hasto bahkan Puan yang kelas jebot atau
tidak menarik,” kata Andrianto.
Andriantomengemukakan, publik bisa
memahami kecemasan kader-kader PDIP melihat hasil kontestasi pilkada serentak
2017, terutama Banten dan Jakarta.
“Jika sampai gagal menguasai Banten
dan Jakarta, maka dari 5 provinsi (minus Yogyarakat) di Jawa, praktis
PDIP hanya menguasai Jawa Tengah. Kondisi ini benar-benar tidak
menguntungkan PDIP mengingat Pemilu dan Pilpres tinggal 2 tahun lagi,”
paparnya.
Dihubungi terpisah pengamat politik
Subadri Sainan mengatakan, Ahok efek sangat kuat imbasnya terhadap
beberapa ketua umum partai politik besar dinegeri ini, salah satunya Megawati,
ketua umum PDIP.
“Mereka yang nyata-nyata
melindungi, membela dan apalagi mendukung Ahok seperti PDIP pasti kocar-kacir
dan makin tenggelam. Kepercayaan Rakyat terhadap PDIP beserta tokoh-tokoh vokal
pendukung Ahok rontok,” papar Subadri.
Menurutnya, berbagai pihak meyakini,
jika PDIP tidak segera sadar diri kemungkinan besar yang terjadi suara PDIP di
2019 mendatang hanya akan berkisar 10% yang sebelumnya di 2014 berkisar 19%
suara nasional.
Faktor Agama
Zaki menegaskan, faktor agama masih
menjadi pilihan bagi seseorang untuk menjadi kepala daerah. Apalagi jika isu
yang diangkat soal penodaan agama. Karena di Amerika Serikat pun yang sangat
liberal dan maju, agama masih menjadi faktor penting dalam electoral atau
pemilihan. Oleh karena itu di Indonesia jika ingin survive harus peka terhadap
agama.
“Jadi parpol di Indonesia, termasuk
PDIP, untuk bisa survival dalam electoral (pilkada, pilpres dan pileg) harus
memiliki sensitivitas terkait isu-isu keagamaan,” tegasnya.
Sesuai Target
Terpisah kader PDIP, Arteria Dahlan
mengatakan, dalam kompetisi tentunya ada yang menang dan ada yang kalah.
Pihaknya juga sudah mencermati dalam menentukan strategi pemenangan. Namun PDIP
tetap bersyukur karena sejumlah paslon yang diusung telah diatas target untuk
menguasai 60 persen daerah.
“Walaupun kita kecolongan untuk
Bangka Belitung dan Gorontalo. Untuk Banten kita masih menunggu hasil real
count KPU berdasarkan dokumen C1 yang ditetapkan KPU Provinsi,” ujar Arteria
yang dihubungi Harian Terbit, Minggu (19/2/2017).
Arteria mengakui, Pilkada serentak
memang luar biasa hebatnya, seluruh kompetitor selalu menjadikan calon-calon
yang diusung PDIP menjadi saingan terberat sehingga di banyak tempat sering
dijadikan “musuh bersama”.
“Kondisi sekarang ini bagi kami juga
menjadi bagian dari pematangan dan kedewasaan berpolitik. Secara kuantitatif di
Pilkada serentak sangat memuaskan dan diatas target,” paparnya.
Berikut Paslon PDIP yang Kalah
Pilgub: Babel, Banten, Gorontalo,
Jakarta 2 putaran.
Pilwako: Payakumbuh, Pekanbaru,
Tasikmalaya, Salatiga, Kendari, Kupang, Ambon, Kota Jogja selisih suara sangt
tipis.
Pilbub: Tapteng, Kampar, Muaro
Jambi, Pringsewu, Mesuji, Bekasi, Cilacap, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala, Kep
Sangihe, Banggai Kepulauan, Kolaka Utara, Buton, Lembata, Maluku Tenggara
Barat, Halmahera Tengah, Sarmi, Kep Yapen, Jayapura.
Data Belum Masuk: Kota Sabang,
Kota Banda Aceh, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Kota Langsa, Aceh Barat Daya,
Aceh Utara, Bireun, Kota Lhoksumawe, Nagan Raya, Pidie, Bengkulu Tengah,
Boalemo (calon diskualifikasi), Tolikara, Dogiyai, Tambraw. [ts/Hanter]