Wanita Dari Desa Gondanglegi Ini akan Pidato Di Kovensi Demokrat Amerika
Senin, 25 Juli 2016
Edit
Ima Maitul Maisaroh (foto:Ist) |
Seorang Srikandi Indonesia akan tampil di panggung politik
Amerika Serikat. Dia adalah Ima Matul Maisaroh. Perempuan asal Desa
Gondanglegi, Malang, Jawa Timur ini akan berpidato di depan puluhan ribu
delegasi dalam Konvensi Nasional Partai Demokrat yang digelar di Philadelphia,
Pennsylvania.
Bersama belasan senator dan
pembicara bergengsi lainnya, Ima tampil di panggung utama Stadion Wells Fargo,
pada hari Selasa 26 Juli 2016. ‘’Surat undangan resmi yang dikirim Komite
Nasional Partai Demokrat baru saja saya terima Sabtu sore,’’ kata Ima dengan
nada gembira.
Di ajang itulah, Partai Demokrat AS secara resmi akan memilih
Hillary Rodham Clinton sebagai kandidat utama dan Senator Tim Kaine sebagai wakil
presiden, dalam Pemilihan Presiden AS November 2016 nanti.
‘’Selain menyampaikan pidato
mengenai pengalaman saya sebagai korban perbudakan manusia, saya juga
menyampaikan program-program penanggulangan perbudakan dan perdagangan manusia
yang telah dilakukan Hillary Clinton,’’ tutur Ima Matul. Perempuan bertubuh
mungil itu diundang tampil di ajang politik AS, karena sejumlah jabatannya yang
tak main-main.
Ima, yang sejak kecil bersekolah di
Madrasah Tsyanawiyah di Gondanglegi, Malang itu, menjadi salah satu anggota
Dewan Penasehat Perdagangan Manusia Presiden Barrack Obama. ‘’Maaf saya baru
saja selesai menghadiri pertemuan rutin di Gedung Putih,’’ tutur Ima yang
diangkat menjadi anggota Dewan Penasehat Gedung Putih bersama 10 anggota
lainnya, Desember 2015 lalu.
Perempuan berusia 33 tahun, jebolan
kelas 1 SMA Khoirudin, Gondanglegi ini, diminta memberi saran dan masukan ke
Presiden Obama untuk memberantas perdagangan manusia. Tercatat 40 ribu sampai
45 ribu menjadi korban perdagangan manusia di AS. Bersama tiga anggota lainnya,
Ima Matul dipercaya menangani dua dari lima masalah utama. ‘’Yakni, soal
pendanaan dan sosialisasi para korban perdagangan manusia,’’ tutur Ima.
Kepercayaan itu diberikan ke pundak Ima, yang sejak tahun 2012 menjadi staf
CAST, Coalition to Abolish Slavery & Trafficking. Ima menjabat sebagai
organisator atau koordinator para korban Perbudakan dan Perdagangan Manusia
CAST. Organisasi nirlaba ini yang menolongnya setelah melarikan diri dari
siksaan bekas majikannya di Los Angeles.
Kisahnya dimulai tahun 1997, ketika
Ima yang baru berusia 17 tahun, menerima tawaran bekerja sebagai pramuwisma
seorang pengusaha interior disainer asal Indonesia yang bermukim di Los
Angeles. ‘’Sejak sampai di Bandara LAX, paspor saya sudah ditahan oleh majikan
saya,’’ tutur Ima yang enggan menyebut nama bekas majikannya itu.
Selama tiga tahun, Ima Matul harus
bekerja lebih dari 12 jam. Hampir setiap hari, Ima menjalani siksaan dan
pukulan dari majikannya, seorang warga keturunan yang menjadi interior
designer. Untuk kesalahan kecil yang dibuatnya, Ima harus menerima pukulan dan
tamparan berkali-kali. ‘’Sampai sekarang, bekas luka di kepala masih bisa
dilihat,’’ ujar Ima seraya menekankan, waktu itu ia tidak bisa berbahasa
Inggris sama sekali.
Setelah tiga tahun, Ima tidak tahan
lagi. Pada tahun 2000, perempuan desa ini nekat menyisipkan sebuah notes kecil
berisi ‘Permintaan Tolong’ kepada seorang penjaga bayi tetangganya. Tetangga
inilah yang menolong Ima melarikan diri dari rumah majikannya dan
mengantarkannya ke kantor CAST. ‘’Waktu itu saya tidak bawa paspor,’’ kata Ima
melanjutkan. Setelah beberapa bulan tinggal di rumah penampungan kaum
gelandangan, Ima pun akhirnya bisa tinggal di rumah layak dan bekerja di CAST.
Agar paspornya dikembalikan, Ima
berpura-pura pulang ke Indonesia. Ditemani seorang agen FBI, Ima bertemu dengan
majikannya di Bandara LAX. ‘’Saya juga dipasangi alat penyadap untuk merekam
seluruh pembicaraan,’’ tutur Ima dengan bahasa Inggris yang rapi. Singkat
cerita, majikannya memberinya tiket pesawat sekali jalan ke tanah air dan
berjanji hendak mengirim uang gajinya, setelah Ima tiba di Malang, Jawa Timur.
Gaji itu tidak dibayarkan majikannya
karena Ima tidak pulang ke Malang. ‘’Saya hanya masuk ke ruang dalam Bandara
dan keluar lagi,’’ kata Ima yang akhirnya tidak mau menuntut majikannya yang
berlaku kasar itu. Menurutnya, pihak FBI tidak bisa melakukan penahanan
majikannya, karena tidak ada tuntutan dari Ima.
‘’Prosesnya cukup berbelit dan
membutuhkan saksi mata yang jelas. Dan aksi kekerasan itu terjadi di dalam
rumah tanpa diketahui banyak orang,’’ kata Ima menuturkan. ‘’Lagipula
bekas-bekas luka saya dianggap kurang menunjukkan luka serius, meski terdapat
bekas luka di kepala,’’ sambungnya, seraya enggan menyebut nama bekas
majikannya itu. Kasus itu memang berhenti sampai di situ. Dan sebagai warga AS,
bekas majikannya masih tinggal di Los Angeles.
Meski begitu, Ima Matul tetap tegar.
Malah, sebaliknya, karirnya sebagai aktivis makin menanjak dan berhasil
diundang ke berbagai pertemuan tingkat tinggi di Washington DC. Bagi Ima,
bertemu dengan para pejabat tinggi seperti Menteri Luar Negeri John Kerry,
bahkan dengan Presiden Barrack Obama, sudah pernah dilakukannya.
Namun ada satu orang yang ingin
ditemuinya. Yakni, Hillary Rodham Clinton yang kini menjadi kandidat presiden
dari Partai Demokrat. ‘’Saya belum pernah bertemu dengan Hillary Clinton,’’
ujar Ima Mastul. Srikandi dari Jawa Timur ini berharap bisa bertemu dengan
Hillary Clinton di acara Nasional Partai Demokrat di Philadelphia.
’’Dia satu-satunya pejabat tinggi AS
yang punya program membantu para korban perbudakan dan perdagangan manusia,
dengan menyumbang dana lewat Clinton Foundation,’’ kata Ima, ibu 3 anak,
bersuamikan orang Sunda itu. ‘’Saya hanya dua hari di Philadelphia, karena tidak
ada yang nungguin anak-anak. Suami saya sedang pulang ke tanah air karena
menunggu orang tuanya yang sedang sakit,’’ tutur Ima Matul Maisar. (Sumber : Indonesianlantern).