Keberadaan Tugu Peringatan Rakyat Sepong Mengenaskan
Kamis, 26 Mei 2016
Edit
TPRS tak teawat. Diapit warung dan kios. Menyedihkan (Foto: Kompas) |
Warga Serpong sangat terkejut dengan
adanya pemberitaan berbagai media, Tugu
Peringatan Rakyat Serpong (TPRS) tak terurus. Bahkan keberadaannya di pinggir
bunderan Jln Serpong Raya – Cisauk,
Cilenggang nyaris tak telihat karena diapit rumah makan padang dan kios
kelontong. Tanda satu-satunya tugu masih disambangi orang adalah adanya bendera merah putih yang berkibar di atasnya.
“Ini tandanya Pemkot Tangsel tak ada
pehatian pada situs sejarah yang ada di
Tangsel. Mereka lebih sibuk membangun sarana fisik ketimbang melestaikan nilai
pejuangan rakyat,” kata Aditya, guru SMA di Serpong, “Harusnya membangun fisik
tapi jangan melalaikan nilai pejuangan.”
Aditya sebenarnya pernah
membicarakan nasib tugu tesebut dengan tokoh PGRI yang dulu ikut aktif
memekarkan Kota Tangsel. Tapi sang kawan bilang, jangankan tugu peringatan,
kepada para aktivis Cipasera yang pertama memproklamirkan Kota Tangsel saja tak
punya perhatian. “Yang muncul justru orang-orang yang hadir belakangan, ketika
Tangsel sudah mau gol sebagai kota. Yang pertama menggagas justru dilupakan,”
kata Adytia.
Hal senada diungkap pula oleh Yasid,
tokoh masyarakat Cilenggang. Katanya, pihaknya sebenarnya jengkel kepada Pemkot
Tangsel yang menelantarkan Tugu Peringatan Rakyat Serpong tersebut.”Cuma kami
hanya bisa jengkel doang. Maklum ane orang kecil, meski kakek dulu
pernah ikut perang ketika Serpong diserbu Belanda,” kata Yasid.
Dengan terbukanya kondisi TPRS
tesebut, Yasid beharap, pemerintah
segera menata ulang tugu tersebut. Dan dia percaya, dalam waktu dekat
sudah ada respon pemerintah. Apakah itu pemerintah kota, provinsi atau
pusat.
Airin Rachmi Dhiani, Walkot Tangsel yang diminta komentarnya tak ada di kantornya. Sementara Didi Rawidi, Kep Humas Tangsel saat ditelepon HP-nya mati.
Seperti diketahui, kemarin sejumlah media online memberitakan bila TPRS kondisinya memprihatinkan. Bangunannya berdiri terhimpit warung dan rumah makan Padang di Bundaran petigaan Jln Sepong Raya – Cisauk. Padahal TPRS merupakan simbol perlawan rakyat terhadap Agresi Militer Belanda Kedua tahun 1948 silam.
Menurut Yasid perlawanan rakyat
terhadap Belanda murni perlawanan rakyat, tak ada komando BKR (Badan Keamanan
Rakyat) atau TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Rakyat datang dari arah Suradita,
Cilenggang dan Serpong sekitarnya.
“Penggeraknya tak lain Buya Hakim dan Baharuddin. Beliau penggerak
sekaligus pemimpin penyerbuan,” kata Yasid.
Konon,saat tejadi petempuan, dari Suradita, Cilenggang, Serpong menuju bundaran rakyat berbondong sambil menyerukan takbir. Lantas menyerang pos Belanda dekat tugu. Tak jauh dari tugu
banyak rumah orang Belanda.
Peperangan melawan Belanda terjadi
selama satu hari. Rakyat yang tidak dibekali dengan persenjataan lengkap
membuat tentara Belanda dapat mengalahkan mereka. Jenazah mereka yang mati karena
serta dalam perlawanan tersebut dikubur bersama di dalam satu liang besar yang
akhirnya dikenal sebagai Makam Pahlawan Seribu, meski sesungguhnya yang mati
sekitar 400 orang.
Makam mereka di zaman Pesiden Soehato dipindahkan ke Taman
Makam Pahlawan Seribu, dekat Taman Tekno.
Walau TPRS yang kusam di bunderan Serpong – Cilenggang – Cisauk, prasastinya masih bisa dibaca dan tetulis, "Tugu Peringatan Proklamasi 17 Agustus 1945 - Didirikan Pada Hari Selasa Djam 6 Petang Tgl 27 Desember 1949 (5 Maulud 1369) Rakjat Serpong." (TS/YP/ Kompas)
Walau TPRS yang kusam di bunderan Serpong – Cilenggang – Cisauk, prasastinya masih bisa dibaca dan tetulis, "Tugu Peringatan Proklamasi 17 Agustus 1945 - Didirikan Pada Hari Selasa Djam 6 Petang Tgl 27 Desember 1949 (5 Maulud 1369) Rakjat Serpong." (TS/YP/ Kompas)