Ahok Bisa Tersangka Jika Dasar Hukum Dana Barter Ilegal
Kamis, 12 Mei 2016
Edit
Ahok Bisa Tersangka (Foto :Ist) |
Jakarta - KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah mulai
mendalami dugaan barter pemberian dana kontribusi tambahan 15 persen dari
pengembang reklamasi terhadap Pemprov DKI Jakarta.
Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati
membenarkan bahwa pihaknya memang tengah mendalami hal itu. Menurut dia,
tambahan kontribusi itu merupakah salah satu yang ditanyakan terhadap Gubernur
DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.
Informasi yang didapat, pihak
pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang memungut sebagian dana kontribusi itu
dimuka. Uang itu digunakan untuk membiayai proyek-proyek pemerintah Pemprov
DKI. Diantaranya untuk biaya penggusuran
Kalijodo
Biaya yang dikeluarkan perusahaan
tersebut nantinya akan dikonversi kedalam tambahan kontribusi yang harus
dibayarkan.Padahal, Raperda reklamasi yang
membahas tambahan kotribusi masih dibahasn oleh DPRD DKI Jakarta. Dengan belum
selesainya pembahasan soal Raperda reklamasi maka Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
juga belum bisa ditentukan.
Namun, Ahok diduga sudah meminta
dana tambahan kontribusi dan digunakan untuk kepentingan proyek pada pemprov
DKI Jakarta. Salah satunya diduga digunakan untuk menggusur kawasan prostitusi
Kalijodoh. Penggunaan dana untuk penggusuran dibenarkan oleh Agus, Ketua KPK
seperti dikutip Okezone. Bahkan mantan auditor ini mengatakan sedang mendalami
dasar hukum yang digunakan untuk penggunaan dana dari APL tersebut.
Terkait adanya barter itu, Gubernur
DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama membantah, "Tidak ada (peran APL dalam
pembiayaan penertiban Kalijodo)," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai
Kota DKI.
Namun Ahok mengakui, para
penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyainya terkait dugaan
kontribusi tambahan dari APL dimanfaatkan untuk penggusuran Kalijodo.
Sebuah sumber menyebut, meski Ahok membantah, jika landasan hukum penggunaan dana dari APL untuk penggusuran illegal, KPK bisa menjerat Ahok menjadi tersangka. Apalagi dana yang digunakan cukup besar enam miliar rupiah. (TS/IC/Okz)