Salah satu demo mahasiswa di Solo
Jakarta. Densus 88 Antiteror melakukan penggerebekan
teroris di Klaten, Jawa Tengah. Dari penggerebekan itu, terduga teroris Siyono
(34) tewas saat saat diperiksa anggota Densus 88. Kabarnya, Siyono tewas usai
kepalanya dihantamkan anggota Densus 88 ke bagian besi dalam mobil. Selain itu,
tim Densus 88 menggeledah sebuah yayasan di wilayah tersebut yang membuat
penghuni panik.
Rupanya kematian Siyono, bukan satu –satunya. Banyak
orang muslim yang diduga teroris mati setelah digrebek Densus 88.
Akibatnya banyak ormas mendesak Pemerintah membubarkan Densus 88. Edy
Lukito, pimpinan salah satu ormas Islam Solo dalam orasinya mengatakan,
pembubaran Densus mendesak dilakukan. Mereka mengkritik cara kerja Densus 88
dan mempertanyakan seluk beluk anggaran.
"Dananya darimana saja, pemerintah harus
mengauditnya. Pembubaran Densus 88 harus dilakukan saat ini juga. Kami akan
segera mengirim surat kepada Presiden Jokowi. Pak Jokowi itu asalnya Solo,
bijaksana, punya sopan santun dan perasaan halus. Dari 118 orang korban Densus
kebanyakan juga dari Solo," ujar Edy Lukito.
Endro Sudarsono menambahkan, desakan pembubaran Densus 88
dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Antara lain, Densus 88 diduga
berafilisasi dengan negara barat dan memiliki tujuan-tujuan tertentu.
"Densus 88 sering menembak mati seseorang yang sama
sekali tidak terkait dengan kasus terorisme. Sangat tidak professional dan
tendensius," tudingnya.Endro menyebutkan, dari data Komnas HAM, setidaknya
sudah 118 orang meregang nyawa di tangan Densus 88 Antiteror. Endro menilai
pembunuhan tanpa didasari putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap, termasuk pelanggaran HAM (hak asasi manusia) berat.
Pada Jumat (18/3) ribuan massa kembali menggelar aksi
menuntut Densus dibubarkan. Dalam aksi yang dilakukan di halaman Polresta Solo
massa membakar ban. Dalam orasinya, Ketua Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS),
Dr Muinudinillah Basri mengatakan, negara Indonesia harus memberikan
perlindungan kepada setiap warga. Baik warga yang minoritas maupun mayoritas,
semua mempunyai hak yang sama. Basri membantah bahwa kaum muslim akan membuat
kekacauan di Indonesia.
"Muslim di Indonesia itu mayoritas, tidak mungkin akan
menghancurkan negerinya sendiri, tidak mungkin akan jadi perusak di negeri
sendiri. Saya salah satu cucu pejuang negeri ini, saya tahu seperti apa
pengorbanan dan perjuangan umat muslim dulu untuk memerdekakan Indonesia,"
ujar Basri lantang.
Untuk itu dia meminta agar aspirasi umat Islam untuk
membubarkan Densus 88 tersebut didengarkan. Dia meminta kepada seluruh Kapolres
di wilayah eks Karesidenan Surakarta untuk meneruskan tuntutan pembubaran
Densus 88 kepada Kapolda, Kapolri dan Presiden Jokowi.
"Tidak ada terorisme di Indonesia, itu semua hanya
jebakan intelejen. Intelejen sengaja menjebak muslim atau aktivis agar
melakukan teror, kemudian ditembak mati, selanjutnya mereka terima uang dari
Australia dan Amerika. Ini jelas pelanggaran berat HAM di Indonesia. Kami minta
pak Jokowi, bubarkan Densus 88," katanya.
Upaya perbaikan kinerja Densus 88 sudah pernah dibicarakan
ketika Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam),
Luhut Binsar Pandjaitan mendatangi Mabes Polri.
"Ada beberapa kekurangan Densus 88, itu juga presiden
sudah menyetujui dilakukan perbaikan ," kata Luhut di Mabes Polri, Jumat
(26/2). (Mdk.com)
|